Minggu, 21 Oktober 2012

Complex Interdependence (Robert O. Keohane dan Joseph S. Nye)


Complex Interdependence adalah kritikan atas pandangan kaum realis / neorealist mengenai tatanan internasional yang anarki.  Complex Interdependence lebih bersifat dekat dengan realitas yang ada daripada realis. Lebih menekankan pada dunia yang diisi oleh aktor-aktor lain selain negara yang dapat berpartisipasi secara langsung dalam politik dunia, dan juga ketika force tidak lagi menjadi instrumen yang efektif dalam pembuatan kebijakan.
1.      Multiple Channels menghubungkan masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya termasuk hubungan secara informal antara elit-elit pemerintah maupun juga non-pemerintah (secara langsung maupun melaui media telekomunikasi), organisasi transnational (seperti bank multinasional dan MNC). Hubungan itu bersifat interstate, transgovernmental, dan transnational.
-          Interstate merupakan hubungan negara dengan negara. Menurut realis, hubungan tersebut merupakan saluran atau hubungan yang normal.
Ex : Kerjasama ekonomi negara-negara ASEAN dengan China dalam CAFTA.
-          Transgovernmental merupakan hubungan antarpemerintah negara yang satu dengan pemerintah negara lainnya atau pemerintah satu dengan individu atau kelompok masyarakat dari negara lain.
Ex : Indonesia bekerjasama dengan perusahaan pesawat Boeing untuk memesan pesawat militer Angkatan Udara Indonesia.
-          Transnational merupakan hubungan individu atau kelompok masyarakat yang melintasi batas-batas negaranya dengan individu lainnya.
Ex : Palang Merah Internasional, MNC
2.      Multiple Issues berarti tidak ada susunan yang jelas atau konsisten secara hierarki mengenai isu-isu yang menjadi fokus aktor-aktor dalam hubungan internasional. Ketiadaan hierarki dalam berbagai isu ini berarti bahwa keamaan bukan lagi isu yang mendominasi. Semua isu dipandang penting dan dipertimbangkan betul-betul dalam kebijakan negara baik domestik maupun luar negeri.
3.      Minor Role of Military kekuatan militer tidak digunakan oleh negara menghadapi negara lain dalam satu regional. Ketika keadaan didunia mulai didominasi industrialisasi, negara yang bersifat plural, dan juga rasa aman dan ketenangan mulai muncul, maka kebutuhan akan militer semakin berkurang, artinya militer tidak lagi menjadi komponen utama yang harus dibangun suatu negara, tetapi lebih meluas seperti pada sektor ekonomi, politik, dan lain-lain. Oleh karena itu kekuatan dan tekanan militer bukan lagi isu atau juga cara dan sarana yang baik lagi dalam menyelesaikan persengketaan antaraktor hubungan internasional.

Interdependence merupakan ketergantungan antara aktor-aktor dalam hubungan internasional yang saling berinteraksi. Ketergantungan struktural ini adalah kondisi mendukung negara-negara untuk melakukan kerja sama, baik kerjasama dalam skala universal ataupun kerjasama dalam tatanan regional, baik dalam rangka memenuhi kebutuhan nasional ataupun untuk menyelesaikan permasalahan bersama.

Sumber : - Power and Independence chapter 2 (Robert O. Keohane and Joseph S. Nye) 3rd
-          Perspektif Teoretis Regionalisme

RELEVANSI INTERDEPENDENCE DAN GLOBALISASI DALAM ORGANISASI INTERNASIONAL



Ketergantungan negara satu pada negara lain yang memiliki kemampuan lebih daripada negara tersebut berkembang dan berawal dari sebelum dan saat perang dingin dimana negara lebih menggantungkan diri pada hegemon yang ada pada waktu itu yakni Amerika Serikat dan Uni Soviet karena kebutuhan keamanan khususnya. Namun pasca perang dingin, Amerika Serikat menjadi pemenang dan akhirnya Uni Soviet runtuh sehingga poros kekuatan dunia mulai berkembang dan tidak bertumpu pada hegemon tertentu, meskipun tidak dapat dipungkiri masih terlihat pengaruh dari negara yang memiliki kapabilitas lebih daripada yang lain yang bisa “mengontrol” negara lain. Dari hal tersebut mulai berkembang rasa saling tergantung antarnegara dan antarmasyarakat internasional, tidak lagi pada kubu tertentu melainkan lebih meluas (interdependence). Ketergantungan antaraktor tersebut mengantarkan negara-negara dalam konteks ini melangkah pada suatu proses yang dinamakan globalisasi. Globalisasi dapat diartikan sebagai hubungan antaraktor berskala internasional yang melewati batas wilayah negara yang terhubung terutama melalui teknologi komunikasi. Perkembangan teknologi komunikasi semakin mempermudah negara-negara dalam menjalin hubungan kerjasama satu sama lain karena dapat memangkas biaya, waktu, dan efisiensi dalam berhubungan. Tentu keuntungan tersebut semakin memacu negara untuk menutupi kebutuhan yang tidak dapat ia penuhi sendiri melalui hubungan dengan negara lain. Salah satu wadah atau sarana yang memfasilitasi negara untuk melakukan kerjasama adalah organisasi internasional. Organisasi internasional memberikan banyak sekali keuntungan bagi negara pada saat kondisi internasional semakin kompleks dan mengglobal seperti sekarang. Organisasi internasional juga bisa dikatakan sebagai wadah terbentuknya globalisasi, karena di dalamnya terbentuk suatu hubungan yang kontinu dan terus berkembang sehingga semakin lama akan semakin muncul keinginan negara untuk berhubungan dengan negara lain karena memang tidak mungkin negara dapat memenuhi semua kebutuhannya tanpa dibantu negara lain, entah itu dalam jumlah kecil maupun besar.
Relevansi interdependence dan gobalisasi dalam organisasi internasional yakni semakin tinggi kompleksitas interdependence dan globalisasi maka akan semakin tinggi pula keinginan negara untuk membentuk dan bergabung dalam organisasi internasional. Hal itu dikarenakan kepentingan yang ingin dicapai negara biasanya tidak hanya dapat dipenuhi oleh satu negara saja, melainkan banyak negara. Interdependence yang terjadi antarnegara akan membentuk suatu hubungan yang bisa terus berlangsung dan akhirnya terbentuk globalisasi dimana globalisasi berkembang dari alasan negara untuk bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan dan kepentingan nasionalnya. Salah satunya diwujudkan dalam membentuk organisasi internasional sebagai wujud terbentuknya globalisasi. Perkembangan globalisasi sangat berpengaruh pada keinginan negara untuk membentuk organisasi internasional yang bertujuan memenuhi kepentingannya.  Interdependence juga membuat negara tidak hanya menggantungkan diri pada negara lain, tapi lebih dari itu negara juga berusaha memaksimalkan potensinya untuk menjadi “gantungan” dari negara lain, sehingga yang muncul adalah hubungan timbal balik yang menguntungkan pihak yang terlibat.
Jadi interdependence dan globalisasi benar-benar relevan dalam organisasi internasional karena organisasi internasional terbentuk dari keinginan negara untuk memenuhi kepentingannya atas dasar saling ketergantungan (interdependence) antarnegara secara timbal balik, dan juga perkembangan globalisasi yang membuat negara semakin gencar melakukan kerjasama khususnya dalam suatu organisasi internasional karena dengan menjadi anggota suatu organisasi internasional, suatu negara dianggap benar-benar menjadi bagian dari masyarakat internasional. Selain itu organisasi internasional juga menjadi ajang pembuktian bahwa negara tersebut dapat menjaga eksistensinya dan layak untuk menjadi bagian dari masyarakat internasional. Tingginya rasa saling tergantung antarnegara satu sama lain dan perkembangan globalisasi akan berpengaruh besar dalam perkembangan hubungan antarnegara dalam naungan organisasi internasional. Eksistensi organisasi internasional akan terus terjaga dan dimungkinkan untuk terus bekembang jika faktor-faktor tersebut juga berkembang.

PRENEGOTIATIONS AND AROUND-THE-TABLE NEGOTIATIONS


 Dalam sebuah negosisasi terdapat beberapa tahapan dalam penyusunannya. Di tahap awal ada yang disebut Prenegotiations, kemudian dilanjut dengan Around-theTable Negotiations, Diplomatic Momentum, dan yang terakhir Packaging Agreements. Tahap Prenegotiations merupakan tahap awal dimana pihak-pihak yang akan melakukan negosisasi memikirkan tentang keuntungan-keuntungan apa yang akan didapat jika negosiasi tersebut dilaksanakan. Tahap ini sangat penting karena merupakan tonggak awal negosisasi, lanjut atau tidaknya negosiasi ditentukan pada tahap ini. Di dalam tahap ini pihak yang berdiskusi berusaha menemukan common interest dan kemudian melanjutkannya dengan tujuan mencapai kepentingan yang mereka harapkan. Jika keinginan untuk bernegosiasi tetap dalam keadaan yang diharapkan, maka selanjutnya akan didiskusikan mengenai agenda negosiasi apa saja yang akan dibicarakan. Merujuk pada pendapat De Soto bahwa tahap ini lebih pada tahap dialog daripada negosiasi. Bagian terakhir dari tahap prenegotiations adalah persetujuan prosedur dimana dalam bagian ini membicarakan tentang komponen-komponen yang bersifat material yang dibutuhkan dalam proses negosiasi seperti format negosiasi yang akan digunakan, tempat atau venue, level dan juga komposisi delegasi yang akan dikirim guna mendiskusikan kepentingan mereka, dan juga timing.
Tahapan kedua yakni ‘Around-the-Table’ Negotiations dimana setelah tahapan awal terlampaui dan menemukan kesimpulan tentang bagaimana negosiasi akan dilanjutkan, negosiator akan meneruskan pembicaraan ke arah yang lebih formal dan lebih mengerucut pada kepentingan utama. Dalam tahapan ini terdapat dua bagian utama yakni formula stage yang berisikan tentang formula atau materi yang akan dibawa, bisa juga dikatakan sebagai kerangka kesepakatan. Bagian kedua yakni details stage, tahapan ini merupakan tahapan terberat karena pada bagian ini negosiator berusaha memberikan penjelasan, dan harus sangat berhati-hati dalam menggunakan bahasa karena bisa saja terjadi kesalahpahaman antara pihak-pihak yang bernegosiasi. Untuk itu pada bagian ini sering kali dilakukan oleh orang yang benar-benar telah berpengalaman. Detail stage juga berisi tentang usaha negosiator untuk menunjukkan keuntungan bersama yang akan didapat sehingga tercipta keseimbangan keuntungan untuk memunculkan kepercayaan antara kedua pihak. Jika kepercayaan itu kecil maka yang muncul hanyalah rasa takut dan harapan dari kerjasama pun semakin kecil. Bagian ini disebut juga moment of truth , tidak boleh terjadi kesalahan karena satu kesalahan saja akan berakibat pada hal terburuk yakni tidak tersampainya kepentingan dalam negosiasi.
Dalam setiap proses dan tahap-tahap negosisasi tentu tidak selalu berjalan mulus, selalu ada kendala yang dikarenakan oleh berbagai hal salah satunya adalah bentrok kepentingan antara pihak-pihak yang bernegosiasi. Negosiator tentu akan mengutamakan national interest nya jika dalam lingkup negosiasi antarnegara. Kemungkinan terjadinya kegagalan di tengah negosiasi sangat mungkin terjadi, oleh karena itu diperluka negosiator yang mampu membuat situasi tetap kondusif meskipun ia juga diharuskan untuk berusaha mencapai kepentingan kelompoknya. Dalam tahap awal atau prenegotiations sangat penting adanya bagi negosiator untuk mengatur rencana sehingga pihak lawan atau rekan kerjasama dapat terpengaruh untuk melanjutkan kerjasama dengan tidak mengabaikan kepentingannya. Dalam tahap ini juga sering dijadikan ajang propaganda kepentingan. Tahap selanjutnya merupakan tahap yang memiliki tingkat komplekstivitas yang lebih tinggi, sepeerti pada tahap terakhir dalam around-the-table negotiations yakni detail stage yang merupakan bagian tang sangat penting, dibutuhkan orang yang benar-benar berpengalaman untuk menunjukkan bahkan berusaha mempengaruhi lawan agar kepentingannya tercapai. Sangat menghindari terjadinya kesalahan karena kesalahan akan berdampak tidak hanya pada kelompoknya, tetapi juga akan membuat ia sendiri menderita. Namun yang paling penting dari semua komponen negosiasi adalah bagaimana seorang negosiator menyusun strategi yang akan digunakan sebagai senjatanya. Diperlukan waktu yang cukup panjang sehingga pijakan yang akan digunakan pun kuat dalam menghadapi lawan. Dalam merumuskan strategi, banyak individu yang dibutuhkan untuk mencari strategi yang benar-benar ampuh. Jadi, negosiasi merupakan satu kegiatan yang dalam setiap tahapan dan prosedurnya harus dilakukan dengan tindakan yang telah dipikirkan secara matana, karena kesalahan sekecil apapun akan membawa dampak bagi terpenuhi atau tidaknya kepentingan kita dalam proses negosiasi itu. Bukan hanya tahapan utama yang menjadi lebih penting, tapi awal dan akhir pun sangat penting.



DIPLOMASI DAN POLITIK DOMESTIK



          Dalam studi hubungan internasional banyak terdapat kegiatan diplomasi dan negosiasi, khususnya negosiasi dan diplomasi antarbangsa. Secara spesifik jika membahas tentang diplomasi, maka banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dan juga hal-hal yang berkaitan dengan diplomasi tersebut, salah satunya politik domestik suatu negara. keadaan politik dalam negeri suatu negara tentu memiliki pengaruh terhadap tuntutan diplomasi dan kebijakan luar negeri yang diambil. Meskipun belum terdapat teori yang menyatakan dengan jelasketerkaitan keduanya, namun Putnam dalam tulisannya dapat menjelaskan keterkaitan politik domestik dan diplomasi melalui pendekatan two-level games yang menyatakan bahwa situasi politik dalam proses negosiasi mengandung dua tingkatan yakni tingkatan nasional dan tingkatan internasional. Di tingkatan nasional yakni terdapat kelompok dalam negeri yang terus menekan kepentingannya pada pemerintah agar kebijakan yang dikeluarkan sesuai dengan keinginannya dan politisi membina hubungan baik untuk tujuan  kekuasaan, sedangkan tingkatan internasional menyatakan bahwa pemerintah nasional berusaha memaksimalkan kekuatan untuk memenuhi permintaan dalam negeri dan berusaha menghindari konsekuensi yang merugikan negara. Hal ini berarti bahwa tidak hanya kondisi internasional, tetapi kondisi domestik suatu negara juga menjadi bahan pertimbangan dalam berdiplomasi.

Pendekatan two-level games sangat mengedepankan kepentingan domestik pada sebuah diplomasi, menyebutkan bahwa setiap kegiatan diplomasi yang dilakukan negara harus merujuk pada kepentingan domestik negara tersebut. Hubungan erat antara kepentingan internasional dan domestik menjadi fokus. Politik domestik dan hubungan internasional tidak dapat dipisahkan karena keduanya menjadi satu kesatuan yang saling melengkapi. Dalam melakukan hubungan internasional, negara juga tentu memikirkan kondisi politik domestiknya, begitupun sebaliknya.
Dalam melakukan diplomasi tentu terdapat untung dan rugi yang akan didapat. Karena itu muncul istilah “win-sets” yakni sebuah titik temu atau bisa dikatakan sebagai kemungkinan kesepakatan itu disepakati. Win-sets dijadikan sebagai goal dari diplomasi. Negosiator dan juga diplomat dalam melakukan diplomasi harus dapat memikirkan kemungkinan untung dan meminimalisir terjadinya kerugian, usaha yang paling rasional adalah dengan adanya take and give dimana ketika kita mengambil atau bisa dikatakan mendapat keuntungan, tentu ada konsekuensi yang harus dibayar. Terkadang terjadi perbedaan kepentingan pada level nasional dan internasional karena belum tentu kepentingan nasional selaras dengan apa yang ada dalam sistem internasional. Para diplomat yang melakukan diplomasi kemudian kembali ke negara asalnya untuk melaporkan hasil perundingannya pada pihak yang bersangkutan, khususnya pada eksekutif negara tersebut. Jika hasil diplomasi tersebut sesuai dengan kepentingan nasional yang di kehendaki, maka langkah selanjutnya adalah dilakukan ratifikasi terhadap hasil diplomasi tersebut. Jika berkaca dari sejarah, salah satu kejadian yang menunjukkan bagaimana politik domestik dan hubungan internasional sangat terkait adalah kebijakan yang mempengaruhi politik domestic dari konferensi internal negara-negara industry maju dunia yang tergabung dalam  perkumpulan group of 7 (G7) yakni Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Jepang, Jerman, Prancis, dan Italia. Dalam konferensi itu menjadi kesempatan bagi anggota untuk saling memberi dorongan satu sama lain dalam memutuskan kebijakan-kebijakan ekonomi disaat ekonomi dunia sedang mengalami krisis yang serius. Konferensi tersebut memberikan pengaruh pada kebijakan domestic dan juga kebijakan luar negeri negara-negara anggota G7, tapi bukan hanya untuk anggota G7, tetapi juga negara-negara lain karena negara anggota G7 merupakan  negara maju yang sangat berpengaruh di dunia. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hubungan antara politik domestik dan diplomasi sangat erat erat hubungannya dan dapat dikatakan sebagai kesatuan yang saling melengkapi untuk mencapai kepentingan nasional dalam kancah internasional serta terus menanamkan andil dengan berdiplomasi dengan negara lain. kegiatan diplomasi yang dilakukan pun menggunakan pendekatan two-level games agar tercapai kepentingan negara dan juga harus dapat menerima konsekuensi atas apa yang didapat karena selalu ada posisi win-sets dalam sebuah proses diplomasi.

GRASI "RATU MARIJUANA" CORBY



KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA
KEPUTUSAN PEMBERIAN GRASI PADA  “RATU MARIYUANA” SCHAPELLE LEIGH CORBY DARI AUSTRALIA
Kebijakan luar negeri suatu negara merupakan refleksi kondisi domestik negara tersebut. Dalam menentukan sebuah kebijakan luar negeri terdapat banyak pertimbangan dan komitmen yang harus dibawa di dalamnya, termasuk yang paling utama adalah national interest negara tersebut. Hal itu disebabkan karena tujuan utama sebuah negara membuat kebijakan luar negeri adalah terpenuhinya kepentingan dalam negeri. Hal-hal yang mempengaruhi pembuatan kebijakan luar negeri yakni peran leader, media massa, kondisi domestik, interest group, dan epistemik. Kebijakan luar negeri tidak selalu membawa impact yang positif bagi kepentingan domestik, tetapi ada juga yang bersifat negatif sehingga timbul sikap pro kontra atas suatu kebijakan.
Tujuh tahun lalu, tepatnya 29 Juni 2005, Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Indonesia, menegaskan sikapnya tentang grasi bagi pelaku kejahatan narkotika. Saat itu, pada Peringatan Hari Internasional Melawan Penyalahgunaan dan Peredaran Narkoba di Istana Negara, Presiden mengatakan grasi untuk jenis kejahatan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotika tidak akan pernah dikabulkan, sejak saat Indonesia berdiri sampai saat ini dan saat-saat mendatang (LP3Y.com,edisi 42/Juni/2012). Pernyataan Presiden tersebut seakan menunjukkan betapa besar komitmennya untuk benar-benar memberantas peredaran narkoba yang sangat berdampak buruk pada generasi bangsa. Namun yang terjadi tujuh tahun kemudian sangat bertolak belakang. Orang yang sama, pejabat yang sama, yaitu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, 15 Mei 2012, menandatangani keputusan presiden tentang pemberian grasi berupa pengurangan masa hukuman sebanyak lima tahun terhadap Corby.
Dalam konteks kebijakan yang diambil tersebut, yang menjadi aktor utama dalam pengambilan keputusan adalah leader dimana Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memiliki hak prerogatif yang merupakan pengampunan yang diberikan atas dasar belas kasihan oleh seorang Kepala Negara. Namun yang menjadi pertanyaan mengapa semudah itu Presiden memberikan grasi terhadap kejahatan narkoba, sebagaimana kita tahu bahwa peredaran narkoba merupakan kejahatan internasional. Hal ini tentu akan membawa dampak buruk bagi citra Indonesia di mata internasional yang dianggap bisa menjadi lading yang aman bagi peredaran narkoba. Ketika banyak negara berkomitmen untuk bersama memberantas narkoba tapi Indonesia mengeluarkan kebijakan yang bertolak belakang dengan komitmen yang dulu dibawa. Sejak 1997 Indonesia telah meratifikasi United Nations Convention Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs And Psychotropic Substances, dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1997 Tentang Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika (nasional.kompas.com, 28/5/12). Jelas tertera kalau Indonesia memiliki komitmen yang besar dalam pemberantasan peredaran narkoba. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beranggapan bahwa jika dia memberikan keringanan hukuman Corby, dia berharap bahwa WNI yang ditahan di Australia juga mendapat perlakuan yang sama sehingga bisa mendapat keringanan. Namun apakah presiden tidak memikirkan dunia internasional yang tentu akan menyoroti Indonesia dan Indonesia juga bisa di cap sebagai negara yang membiarkan atau membuka peluang bagi peredaran narkoba di negaranya. 
Selain peran pemimpin, dalam kasus ini media massa juga memiliki peran besar dalam membentuk opini publik. Ketika Presiden dan Mahkamah Agung yang memiliki tanggung jawab untuk memberikan penjelasan mengenai alasan mengapa grasi tersebut diberikan tidak dapat memberikan pertaggungjawaban yang dapat dibenarkan, media membuat argumen-argumen yang mengkritisi kebijakan tersebut, sehingga timbul sebuah sikap sentimen masyarakat terhadap pemerintah. Dari pengaruh yang diberikan media tersebut terbentuk sebuah opini publik yang mengkonstruksi pemikiran masyarakat bahwa Presiden sebagai pemimpin telah melakukan tindakan yang bersifat inkonsisten. Inkonsistensi sikap dan tindakan Presiden Yudhoyono menjadi kontradiktif, bertentangan, kontraproduktif, bahkan sebuah ironi yang ironis, dengan upaya penegakan hukum dalam memberantas kejahatan narkoba. Ketika media mem-blow up kebijakan tersebut ke masyarakat, tentu yang banyak terjadi adalah penolakan terhadap kebijakan yang “aneh” tersebut. Jika dipikirkan secara rasional, keuntungan yang didapat dari pemberian grasi tersebut bagi Indonesia tidaklah besar mengingat juga tidak ada kepastian dari pemeintah Australia untuk berterima kasih dan memberikan hal yang sama pada tahanan WNI disana. Ketika keuntungan yang didapat pun tidak terlalu besar, bahkan diragukan, bagaimana bisa seorang pemimpin bersikap inkonsisten terhadap tindakan kriminal dengan skala internasional yang jelas-jelas bisa mencoreng nama Indonesia.
Jadi, dari kasus tersebut yang berperan besar adalah leader sebagai aktor pengambil keputusan dengan otoritas yang dimilikinya. Namun dalam negara demokratis tentu seharusnya kebijakan luar negeri yang akan dikeluarkan harus benar-benar memikirkan dinamika domestic juga. Kemudian yang memiliki peran selanjutnya adalah media yang gencar mengkritisi kebijakan Prsiden Susilo Bambang Yudhoyono tersebut, sehingga opini masyarakat terkonstruksi dan menganggap bahwa kebijakan yang diambil tersebut benar-benar merugikan Indonesia. Tidak hanya itu, media yang menyoroti tentang pribadi seorang presiden dalam mengambil keputusan pun juga mempengaruhi pemikiran masyarakat tentang sosok presiden mereka yang bertindak inkonsisten dan melanggar sumpahnya sendiri.
Sumber : nasional.kompas.com diakses tanggal 17/10/12 jam 19.42
              voaindonesia.com diakses tanggal 17/10/12 jam 19.44
              investor.co.id diakses tanggal 17/10/12 jam 20.05
  jawaban.com diakses tanggal 17/10/12 jam 20.15
  suaramerdeka.com diakses tanggal 17/10/12 jam 20.19
  LP3Y.com diakses tanggal 17/10/12 jam 20.45