Uni Eropa merupakan salah satu
organisasi internasional dalam benruk regionalisme yang sering dijadikan acuan
bagi pembentukan regionalisme di belahan dunia lain. Hal tersebut dikarenakan
struktur organisasi yang terdapat dalam Uni Eropa sendiri begitu rapi dan
tersusun sangat sistematis. Jika lebih jauh dikaji, menurut waves of regionalism Fawcett, Uni Eropa
merupakan bagian dari new regionalism
karena regionalisme ini diawali dari functional
integration atau integrasi ekonomi yang muncul pertama kali dari European
Coal and Steel Community, yakni suatu kelompok kerjasama ekonomi beberapa
negara di Eropa tentang perdagangan batu bara dan baja. Uni Eropa memiliki
suatu pemerintahan yang disebut sebagai Parlemen Eropa yang bertugas membuat
aturan dan segala kebijakan bagi negara anggota. Mereka yang bekerja dalam
Parlemen Eropa tidak lagi mewakili negara mereka, tetapi mereka bekerja sebagai
bagian atau warga dari Uni Eropa. Uni Eropa juga memiliki integrasi yang
tinggi, hal tersebut dibuktikan dengan kebijakan yang sama antara negara-negara
anggota dalam beberapa sektor, salah satunya adalah penyatuan mata uang menjadi
Euro, kecuali Inggris yang tetap memakai Poundsterling. Jika dilihat dari awal munculnya dan juga
anggotanya yang sekitar 27 negara menunjukkan bahwa Uni Eropa memiliki
keunggulan dan keuntungan bagi negara anggotanya. Namun tidak semua negara dalam
regional Eropa dapat menjadi anggota Uni Eropa, karena terdapat syarat-syarat
tertentu yang harus dipenuhi negara yang berkeinginan menjadi anggota
organisasi tersebut.
Turki merupakan salah satu negara yang
berada di wilayah Eropa, namun sampai sekarang ia bukan anggota Uni Eropa.
Turki tidak menjadi anggota Uni Eropa bukan karena mereka tidak mengajukan
diri, tetapi mereka ditolak (tidak secara langsung) Uni Eropa untuk menjadi
anggotannya. Hal itu dikarenakan oleh beberapa faktor yang tidak dimiliki turki
sebagai syarat yang telah ditentukan oleh Uni Eropa. Salah satu alasan yang
menjadi perbincangan banyak pihak mengenai masalah tersebut adalah, banyak
kalangan khususnya dari warga muslim Turki, mengaggap bahwa penolakan tersebut
merupakan kebijakan Uni Eropa untuk tetap menjaga homogenitas anggota Uni Eropa,
karena identitas Turki sangat berbeda dengan negara Eropa umumnya. Faktor lain
yang menghambat Turki masuk menjadi anggota Uni Eropa adalah perselisihan Turki
dan Yunani terkait kasus perebutan Cyprus, wilayah Turki yang hanya sebagian
kecil masuk wilayah Eropa sedangkan sebagian besar masuk wilayah Asia, Turki
bukan merupakan negara demokrasi, dan kekuatan ekonomi Turki masih dianggap di
bawah negara Eropa lain sehingga dikhawatirkan menjadi beban bagi anggota yang
lain.
Uni Eropa tidak selalu dalam keadaan
baik meskipun struktur di dalamnya amat baik. Keadaan Uni Eropa sekarang mulai collapse, salah satunya di bidang
ekonomi yang bisa dilihat dari beberapa negara anggota Uni Eropa yang terkena
krisis ekonomi. Turki pun mulai berpikir ulang untuk bergabung dengan Uni Eropa
karena tanpa Uni Eropa pun Turki menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat,
khususnya di bidang ekonomi. Mereka menjadi salah satu negara yang dapat
mengembangkan ekonominya dan tetap menjaga identitasnya sebagai negara
berpenduduk muslim. Hal itu merupakan suatu kebanggaan yang dimiliki Turki,
karena dalam mencapai sebuah tujuan harusnya tidak perlu merelakan identitas
atau jati dirinya sebagai negara Islam dan berusaha memwesternisasi
kebudayaannya. Turki sendiri mulai kembali ke jalurnya dengan berusaha kembali
menjadi negara Islam dengan budaya Islam yang kental, ditunjukkan dari beberapa
kebijakan yang dilaksanakan sekarang. Industrialisasi dan Islamisasi merupakan
pilihan yang tepat untuk dijadikan prioritas Turki dalam pembangunan negaranya
tanpa harus bergabung dengan Uni Eropa. Tepat karena Uni Eropa sendiri dalam
keadaan yang tidak stabil, jadi tidak akan membawa keuntungan yang signifikan
bagi Turki. Justru yang akan menguntungkan turki adalah keadaan Uni Eropa
tersebut dapat dijadikan Turki untuk menunjukkan kapabilitasnya sekarang.
Kemajuan yang ditunjukkan Turki menunjukkan bahwa Turki mampu tumbuh tanpa
bayang-bayang Uni Eropa.
Dilihat dari supranational
approach, yakni pendekatan yang mempercayai adanya institusi di atas negara
yang dapat mempengaruhi hingga mengatur perilaku negara. Kasus penolakan ini
merupakan hasil dari kebijakan yang dikeluarkan oleh institusi di atas negara,
yakni Parlemen Eropa yang merupakan pemerintah Uni Eropa yang menolak Turki
dengan didasarkan pada aturan dan syarat yang mereka buat. Keputusan tersebut
juga tentu harus disetujui oleh anggota Uni Eropa dengan pertimbangan untung
dan rugi yang akan diperoleh anggota. Uni Eropa sendiri merupakan bagian dari federalism dalam supranational approach, karena di dalamnya terjadi reduksi
kekuasaan negara, kemudian adanya desentralisasi kekuasaan meskipun negara
tetap memiliki kedaulatan. Namun sebagian kedaulatan harus diserahkan seperti
komitmen Uni Eropa yakni Pooling
Sovereignty dimana adanya penggabungan kedaulatan dengan kesepakatan
bersama dan harus dipatuhi bersama pula. Reduksi kedaulatan dilakukan untuk
mempermudah integrasi antara negara-negara anggota. Kesepakatan tersebut
diambil dengan keputusan bersama yang dilakukan oleh Parlemen Eropa dan
dijalankan oleh seluruh negara anggota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar